Judul : Sepatu Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books (P.T Mizan Publika)
Tebal : 369 halaman
Terbit : Cetakan 1, Mei 2012
ISBN : 978-602-9498-24-0
Peresensi : Canny Nur Chastity
Dahlan dan Sepatu
Sepatu
Dahlan adalah sebuah novel hasil karya seorang penulis yang juga sebagai
sastrawan, Khrisna Pabicara. Novel yang terinspirasi dari kisah nyata Dahlan Iskan
ini bukanlah buku pertama yang ditulisnya, melainkan merupakan buku yang
ke-14. Setelah sebelumnya ia menghasilkan
karya-karya yang tidak kalah bermutu. Terlepas dari sumber inspirasi yang
digunakan oleh penulis, penyajian cerita dalam tiap bab buku ini mempunyai daya
tarik tersendiri bagi pembaca.
Kisah
dalam novel ini meceritakan tentang kehidupan seorang anak bernama Dahlan.
Dahlan tinggal disebuah desa kecil bernama Kebon Dalem yang memiliki tanah yang
gembur dan subur. Namun, kekayaan alam yang dimiliki desa itu tidak menjadikan
penduduk asli desa itu menjadi warga yang berkecukupan karena ladang-ladang
yang subur itu adalah milik tuan tanah dan milik negara.
Meskipun warga
Kebon Dalem miskin, tidak ada anak-anak maupun remaja yang tidak sekolah.
Mereka menyadari bahwa kemiskinan bukanlah halangan untuk menuntut ilmu. Begitu
pula prinsip yang dianut oleh Dahlan dan keluarganya. Setelah lulus dari
Sekolah Rakyat (SR), Dahlan, akan melanjutkan ke sekolah lanjutan pertama.
Namun, antara
Dahlan dan sang bapak terjadi perbedaan pendapat dimana Dahlan harus
melanjutkan sekolah. Keinginan Dahlan adalah ia ingin melanjutkan di SMP
Magetan tetapi bapaknya menginginkan ia melanjutkan di Tsanawiyah Takeran.
Walaupun tidak sesuai dengan keinginannya, Dahlan melanjutkan sekolahnya di
Pondok Takeran karena ia tak kuasa menolak kehendak sang bapak.
Hari pertama
ketika Dahlan masuk sekolah di Pesantren Takeran, ada geletar haru membersit
tiba-tiba dalam hatinya. Pesantren ini tidak bisa dipisahkan dari keluarganya
karena disinilah ibu dan bapaknya berada sejak mereka kecil, dan juga di tempat
inilah ibu dan bapak Dahlan bertemu dan diperjodohkan oleh Kyai Mursjid. Itulah
mengapa bapak Dahlan sangat ingin Dahlan melanjutkan sekolah disini.
Setelah
menjalani masa orientasi pada hari pertama, Dahlan menjadi paham dan perasaan
kecewanya karena gagal melanjutkan sekolah di tempat impianpun sirna sudah.
Namun, ketika dalam perjalanan pulang, alam menghadirkan kejutan baginya. Rasa
panas yang membara seakan matahari berada di ubun-ubun dan kerongkongan yang
kering terasa terbakar. Dahlan harus berjalan
sejauh enam kilometer dengan perut keroncongan dan tanpa sepatu. Ya, tanpa
sepatu.
Sudut pandang
yang digunakan penulis dalam cerita ini adalah sudut pandang orang pertama.
Aku, (Dahlan) digambarkan sebagai sosok yang mempunyai semangat yang tinggi.
Dalam kesederhanaan hidup, Dahlan tidak mengeluhkan keadaan perekonomian
keluarganya. Tidak nampak dalam pribadi Dahlan keputusasaan. Bahkan, dalam
keterbatasan yang ia miliki itu menjadikan Dahlan sosok pekerja keras yang rela
berkorban membantu meringankan beban keluarga. Sebagai seorang anak yang akan
beranjak dewasa, sikap dan perilaku Dahlan pun tidak jauh berbeda dengan
kebiasaan remaja pada umumnya. Kecerobohan dan kenakalan khas remaja serta rasa ingin tahu yang besar, cukup
mewarnai kehidupan Dahlan dalam cerita ini.
Bapak, adalah sosok
yang sangat dikagumi sekaligus disegani oleh Dahlan. Sebagai seorang kepala
keluarga yang bertanggung jawab, ia mempunyai kharisma dan wibawa tersendiri
dimata keluarga dan orang-orang sekitarnya. Bapak mendidik anak-anaknya dengan
ketegasan dan kedisiplinan. Bapak juga digambarkan sebagai sosok yang tidak
banyak tutur kata dan seorang pekerja keras.
......
Untuk beberapa alasan, resensi novel ini belum sempat terselesaikan. Hingga
setelah beberapa tahun tulisan ini dibuat, aku menemukannya kembali dan baru
menyadari dulu aku pernah menulis resesnsi ini entah untuk tujuan apa. Mau melanjutkan, tapi sudah
lupa dengan jalan cerita novelnya J setidaknya, ini menggambarkan bahwa dulu aku punya hobi menulis hehe. Jangan
tanya sekarang bagaimana wkwk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar